Selasa, 14 Mei 2013

CERPEN : JUNGKIR –CINTA – BALIK – JATUH


Juli 7 tahun yang lalu..

Tahun ini terasa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dan khususnya bulan ini terasa seperti bulan yang berbeda dari bulan-bulan belumnya. Yap! Apalagi kalau bukan karena yang namanya jatuh cinta. Jatuh cinta dikalangan remaja sepertiku memang sedang menjadi trend terkini. Trend yang seakan mengharuskan kita mempunyai pacar untuk sekedar tidak ketinggalan jaman dan dibilang kuno.

Aku memang remaja pada umumnya, tak special, tak cantik, tak kaya, tak pintar, tak ada daya tarik tersendiri menurutku. Ah memang, jauh sekali dengan geng-geng borju seperti mereka. Namun ternyata untuk merasakan yang namanya jatuh cinta itu tak melulu harus special, cantik, kaya, pintar, seksi dan sebagainya. Terbukti, entah dari sudut pandang mana dia memandangku saat itu. Mungkin menurutnya, sepertinya akulah yang paling menawan diantara gadis-gadis lain. Atau mungkin memang hanya aku yang memberikan respon atas sinyal-sinyal menggelikan yang saat itu sering disebut sebagai cinta. Entahlah, tak ada yang tau pasti.


Untuk remaja super duper biasa sepertiku, didekati sesosok laki-laki yang terbilang oke merupakan kebanggan tersendiri. Yah biasa memang, untuk remaja yang sedang merasakan jatuh cinta, semua yang ada didunia seakan tersenyum ramah padaku, bumi ini terasa indah seperti ditumbuhi bunga-bungaan yang elok dan semerbak harumnya. Yang mampu membuat mood kamu terisi 100% full. Meskipun bahkan teman-temanku sering kesal atas sikapku ini. Lebay katanya. Ah tak peduli. Toh aku yang merasakan semuanya.

Nyatanya, perumpamaan “kehidupan seperti roda yang berputar, kadang diatas dan kadang dibawah” sangat cocok diterapkan dalam kisah cintaku ini. Dulu, tiga bulan lalu, dia bagaikan malaikat yang mampu membuatku tenang, damai, bahagia, yang mampu membuatku tersenyum kapanpun dan dimanapun. Dia bagai malaikat yang menggandeng tanganku mesra untuk bangkit dari keterpurukkan. Iya, bangkit dari status single kronis. Namun saat ini, rasanya roda itu telah kehilangan kendali dan berputar lebih cepat merubah posisinya. Kamipun mulai bersiap untuk meluncur bebas kebawah. Entahlah, mungkin memang hanya aku yang bersiap. Sedangkan dia?? masih berada dalam puncak ketinggian rasanya.

Mana cinta yang dulu seakan sesak memenuhi hatiku? Mana aku yang dulu, yang merasa tergila-gila walau hanya dengan membayangkan wajahnya? Mana aku yang dulu, yang mampu tersenyum manja saat aku dan dia bersama? Entahlah aku mulai bosan dengan hal-hal menggelikan seperti ini. Yaah, aku mulai tak mencintainya lagi. Hilang rasanya perasaan yang sudah aku tanam rapih. Hilang dalam waktu beberapa minggu ini.

Sedih,banget. Merasa bersalah,pasti. Kami putus. Yap, sampai disini.
Enam bulan bukan waktu yang sedikit bagiku melupakan seseorang. Meskipun dia sudah bersama dengan yang lain. Bukan.. bukan seperti itu, aku memang belum bisa melupakannya. Tapi aku juga tak ada sedikitpun untuk menginginkannya kembali. Biarlah, biarlah kini aku sendiri dalam kehidupan awalku. Atau malah kehidupanku yang semestinya.

Juli 5 tahun yang lalu..

Tahun ini terasa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dan khususnya bulan ini terasa seperti bulan yang berbeda dari bulan-bulan belumnya. Yap! Apalagi kalau bukan karena yang namanya jatuh cinta. Jatuh cinta dikalangan wanita tanggung sepertiku memang bukan hal yang luar biasa. Nyatanya tak sedikit dari dari mereka termasuk aku untuk memilih tidak merasakan indahnya pacaran. Untuk dua tahun ini, aku memutuskan untuk memilih tidak pacaran. Jatuh cinta? Ah, kalau itu tak mungkin dalam dua tahun ini aku tidak merasakannya. Satu persatu rasa itu hinggap pada laki-laki yang datang dan pergi seperti lebah yang tak diundang. Singkat dan tak pasti.

Nyatanya, dalam menyikapi jatuh cinta kali ini aku sedikit lebih dewasa menanggapinya. Meskipun kadang, aku tak bisa menyembunyikan sifat kekanak-kanakanku. Iya, lebay. Meskipun terbilang lebayku ini lumayan high class. Tapi yang namanya lebay ya lebay. Contohnya? Jangan ditanya. Sama seperti kalian saat jatuh cinta pada kekasihmu untuk yang pertama kalinya.

Ah, namun sepertinya, jatuh cinta kali ini tak berujung pada yang namanya pacaran. Kenapa? Karena dia memang tak ingin pacaran. Ingin meminangku langsung katanya. Kalian tahu reaksiku saat itu? Reaksi mahasiswa yang masih terbilang unyoe dan muda untuk menikmati indahnya pernikahan? Meskipun dia sama sekali tak menjajikan masa depan yang bahagia, kaya, makmur, tapi entah, hati terasa mantap untuk mengiyakan ajakannya. Oh Tuhan.. betapa senangnya aku. Disaat gadis lain terbuai oleh janji-janji manis pacarnya, aku saat ini telah terbius oleh seseorang yang akan menjadi suamiku suatu saat nanti.

Aku saat ini bisa dipastikan sedang melambung tinggi menuju puncak kebahagian. Bahagia memiliki sesorang yang ternyata amat mencintaiku dan menerimaku apa adanya. Namun lagi-lagi perumpamaan “kehidupan seperti roda yang berputar, kadang diatas dan kadang dibawah” sedang hinggap dalam kisah percintaanku ini. Dulu, satu tahun lalu, dia bagaikan malaikat yang mampu membuatku tenang, damai, bahagia, yang mampu membuatku tersenyum kapanpun dan dimanapun. Dia bagai malaikat yang menggandeng tanganku mesra untuk bangkit dari keterpurukkan. Iya, bangkit dari status jomblo kronis. Namun saat ini, rasanya roda itu telah kehilangan kendali dan berputar lebih cepat merubah posisinya. Kami mulai bersiap untuk meluncur bebas kebawah. Entahlah, mungkin memang hanya dia yang bersiap. Sedangkan aku?? masih berada dalam puncak ketinggian rasaku.

Akhirnya, mungkin kata berpisah lebih nyaman berada diantara kami yang katanya sudah mulai tak cocok satu sama lain. Merasa sedih, banget banget banget. Merasa bersalah, pasti. Merasa terbodohi, ah… nyatanya aku sangat nyaman dibilang bodoh saat itu. Kamipun berpisah, lost contact and perfect! Dia bagai lebah yang mampu menyengat hatiku sampai lapisan ke tujuh. Meskipun kadang, terselip hati ingin kembali lagi dengannya. Tapi toh, ah… sudahlah. Tak baik juga jika hubungan terlalu dipaksaan seperti ini.

Juli 2 tahun yang lalu…

Entah mengapa, bulan Juli seakan menjadi bulan yang paling bersejarah dalam perjalanan kisah cintaku. Entah tujuh atau lima tahun yang lalu, saat bunga-bunga itu tumbuh subur dalam hati yang rapuh ini. Kini, dibulan Juli juga meskipun pada tanggal yang berbeda, kami meresmikan hubungan kami. Hubungan yang sudah satu tahun kami lalui sebagai seorang teman yang saling mengagumi satu sama lain.

Dia bekerja digedung yang sama denganku, kantornya dilantai 8 sedangkan aku dilantai 13. Sejak satu tahun lalu kami resmi berkenalan dan memutuskan untuk menjadi teman, meskipun sudah beberapa bulan sebelumnya kami sudah saling melirik dan sedikit malu-malu untuk berkenalan. Ah sungguh.. dengan kehadirannya, rasanya hatiku sudah mulai terobati karena kegagalan cintaku terdahulu. Tak butuh waktu yang lama untuk kami saling nyaman satu sama lain. Hubungan kamipun didukung oleh keluarga kami masing-masing.

Jika dulu semua yang ada didunia seakan tersenyum ramah padaku, bumi ini terasa indah seperti ditumbuhi bunga-bungaan yang elok dan semerbak harumnya, yang mampu membuat mood terisi 100% full, sekarang bahkan lebih dari itu. Dunia ini bagaikan syurga yang mampu membuatku bersyukur tiap detiknya karena mampu memilikinya. Benar, 6 bulan lagi kami memutuskan untuk melaksanakan panas dinginnya ijab qobul, melaksanakan indahnya pernikahan.

Semua sudah kami persiapkan dengan rapih dan cantik. Tinggal menunggu hari yang paling paling dan paling bersejarah, bukan hanya dalam kisah percintaanku tapi juga dalam hidupku. Betapa bahagianya keluargaku, terkhusus mamahku melihat putri kecilnya akan melangsungkan pernikahan. Meskipun menurut papah, aku terlalu muda untuk dipinang oleh sang kekasih. Mereka sangatlah bahagia, aku? Jangan ditanya. Sungguh super duper bahagianya.

Namun lagi-lagi, perumpamaan “kehidupan seperti roda yang berputar, kadang diatas dan kadang dibawah” pun masih berminat singgah dalam hubunganku yang sudah menghitung hari menuju ke pernikahan. Dia sangat tega meninggalkanku, empat belas hari tepat sebelum hari yang bersejarah itu. Alasannya? Ah.. aku muak membicarakannya saat ini. Alasan yang menurutku sangat tak adil untukku dan keluargaku. Yah memang, kaki kananku memang sudah tak berfungsi normal lagi setelah kecelakaan itu. Kecelakaan yang membuatku koma hingga lima hari. Kecelakaan yang seakan membuatku sejengkal lebih dekat dengan kematian.

Tapi, bukannya selama ini dia rela merawatku siang dan malam saat aku terbaring koma? Bukannya, dia yang memberiku semangat untuk terus sabar menerima semua ini? Bahkan, dia berjanji untuk menerima keadaanku setelah kecelakaan ini terjadi?! Ah.. aku tak sanggup menerka-nerka pertanyaan yang jawabannya tak mungkin ku dapatkan.

Saat itu hidupku seakan runtuh. Dunia yang selama ini tersenyum ramah padaku seakan terdapat sungut dengan membawa sebuah pisau yang siap menyayat-nyayat hatiku. Dunia yang selama ini ditumbuhi bunga-bunga yang semerbak harumnya seakan membawa harum-haruman yang beracun. Yang mampu membuat hatiku sesak seketika. Benar, jika suruh memilih, aku ingin menghilang saja dari muka bumi ini.

Namun, kejadian ini semakin membuatku lebih dekat dengan Tuhanku. Disaat satu-persatu dari mereka seakan mulai menjauhiku, memang benar hanya Dia-lah yang mampu terus berada dekat dengan ku. Dua tahunpun berlalu. Kini, aku sibuk menata hidupku kembali dengan sedikt sempurna. Iya, sempurna untukku, untuk orang dengan kaki yang sudah tidak normal lagi.

Juli tahun ini…

Bulan Juli memang memberi warna tersendiri dalam hidupku. Memang, rasanya enggan untuk menjalani bulan yang penuh gejolak di tahun sebelum-sebelumnya. Tapi toh, itulah yang membuat aku kuat seperti sekarang. Progres kepercayaan diriku menampakkan hasil yang memuaskan dalam satu tahun ini. Seperti sekarang ini, dimana orang-orang diluar sana sedang bersuka ria menyambut gadis cantik yang akan keluar menemui pengantin laki-lakinya. Musik yang diputarpun tak mau kalah menyambutnya dengan riang bergemuruh tapi syahdu.

Sedang aku, sibuk berada dikamar merenung. Merenung akan kejadian lalu, yang mampu membuatku meneteskan air mata. Dulu, setelah dia memilih meninggalkanku sesaat setelah kecelakaan itu, teman terdekatku memberikan sepucuk surat entah darimana asalnya. Aku kembali terenyuh membacanya.

Teruntuk bidadariku yang tercantik.
Aku tahu kau masih mengingat kejadian waktu itu.
Kejadian yang mampu menyayat-nyayat hatimu.
Dan aku tahu, mungkin saat ini kau masih menaruh amarah untukku.
Maafkan aku sayang…
Aku tak memberimu alasan memutuskan hubungan kita saat itu.
Maaf… berjuta-juta aku meminta maaf kepadamu atas semua kesalahannku.
Meskipun sejak saat itu hatiku tak tenang memikirkannya, tapi percayalah, aku selalu merindumu dalam setiap nafasku.
Aku selalu menyangmu dalam setiap aliran darahku.
Kau tahu, aku tak mampu mengendalikan diriku saat itu.
Aku rapuh saat mengetahui kau akan menikah dengan lak-laki yang beruntung itu..
Dan puncaknya, saat mengetahui jika pernikahanmu gagal saat itu.
Maaf sayang… seandainya aku mampu menghapus kesedihanmu..
Seandainya aku mampu memelukmu, dan memastikan padamu jika semua akan baik-baik saja..
Ahh.. mungkin memang khayalanku saat itu.
Sayang.. aku tahu semua teramat tak mungkin..
Dengan segala kerendahan hatiku, maukah kau menjalani hidupmu bersama dengan pria yang serba biasa ini?

Aku terisak membaca surat ini, sedikit air mata di sudut mataku kini. Dengan segala kehancuran yang aku alami dulu, dia datang bagaikan malaikat, ah.. lebih dari malaikat menurutku. Yang lebih dari sekedar menggandengku dari segala keterpurukkan, bahkan ia tak segan memapah diriku yang tertatih menjalani hidup ini.

Sebelum hari ini terjadi, dia datang dengan segala kerendahan hatinya. Sama sekali tak berubah. Dengan senyum yang menggembang meneduhkan hati, dia mulai bercerita. Aku kembali terisak, bahkan isak tangisku mulai tak terkendali. Betapa bodohnya aku, baru mengetahui semua ini. Dia rela pergi merantau ke Negeri Paman Sam hanya untuk mencari bekal untuk pernikahan kita, pernikahan yang ia janjikan lima tahun silam. Penikahan yang ia janjikan jauh sebelum aku memutuskan untuk menikah dengan Candra, jauh sebelum kakiku seperti ini. Lumpuh. Tapi, lagi-lagi ia dengan segala kerendahan hatinya mau menerimaku apa adanya.

Mamah mulai menuntunku keluar. Lihat! Pemilik senyum yang mampu meneduhkan hatiku, kini sedang duduk manis bersama penghulu dan beberapa orang tua lain. Menanti sang kekasih untuk duduk disampingnya.

created by Parisss

Tidak ada komentar:

Posting Komentar