Juli
7 tahun yang lalu..
Tahun
ini terasa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dan khususnya bulan ini terasa
seperti bulan yang berbeda dari bulan-bulan belumnya. Yap! Apalagi kalau bukan
karena yang namanya jatuh cinta. Jatuh cinta dikalangan remaja sepertiku memang
sedang menjadi trend terkini. Trend yang seakan mengharuskan kita
mempunyai pacar untuk sekedar tidak ketinggalan jaman dan dibilang kuno.
Aku
memang remaja pada umumnya, tak special, tak cantik, tak kaya, tak pintar, tak
ada daya tarik tersendiri menurutku. Ah memang, jauh sekali dengan geng-geng
borju seperti mereka. Namun ternyata untuk merasakan yang namanya jatuh cinta
itu tak melulu harus special, cantik, kaya, pintar, seksi dan sebagainya.
Terbukti, entah dari sudut pandang mana dia memandangku saat itu. Mungkin
menurutnya, sepertinya akulah yang paling menawan diantara gadis-gadis lain.
Atau mungkin memang hanya aku yang memberikan respon atas sinyal-sinyal
menggelikan yang saat itu sering disebut sebagai cinta. Entahlah, tak ada yang
tau pasti.
Untuk
remaja super duper biasa sepertiku, didekati sesosok laki-laki yang terbilang
oke merupakan kebanggan tersendiri. Yah biasa memang, untuk remaja yang sedang
merasakan jatuh cinta, semua yang ada didunia seakan tersenyum ramah padaku,
bumi ini terasa indah seperti ditumbuhi bunga-bungaan yang elok dan semerbak
harumnya. Yang mampu membuat mood kamu terisi 100% full. Meskipun bahkan teman-temanku sering kesal atas sikapku ini. Lebay katanya. Ah tak peduli. Toh aku yang merasakan semuanya.
Nyatanya,
perumpamaan “kehidupan seperti roda yang
berputar, kadang diatas dan kadang dibawah” sangat cocok diterapkan dalam
kisah cintaku ini. Dulu, tiga bulan lalu, dia bagaikan malaikat yang mampu
membuatku tenang, damai, bahagia, yang mampu membuatku tersenyum kapanpun dan
dimanapun. Dia bagai malaikat yang menggandeng
tanganku mesra untuk bangkit dari keterpurukkan. Iya, bangkit dari status single kronis. Namun saat ini, rasanya
roda itu telah kehilangan kendali dan berputar lebih cepat merubah posisinya. Kamipun
mulai bersiap untuk meluncur bebas kebawah. Entahlah, mungkin memang hanya aku
yang bersiap. Sedangkan dia?? masih berada dalam puncak ketinggian rasanya.
Mana
cinta yang dulu seakan sesak memenuhi hatiku? Mana aku yang dulu, yang merasa
tergila-gila walau hanya dengan membayangkan wajahnya? Mana aku yang dulu, yang
mampu tersenyum manja saat aku dan dia bersama? Entahlah aku mulai bosan dengan
hal-hal menggelikan seperti ini. Yaah, aku mulai tak mencintainya lagi. Hilang
rasanya perasaan yang sudah aku tanam rapih. Hilang dalam waktu beberapa minggu
ini.
Sedih,banget.
Merasa bersalah,pasti. Kami putus. Yap, sampai disini.
Enam
bulan bukan waktu yang sedikit bagiku melupakan seseorang. Meskipun dia sudah
bersama dengan yang lain. Bukan.. bukan seperti itu, aku memang belum bisa
melupakannya. Tapi aku juga tak ada sedikitpun untuk menginginkannya kembali.
Biarlah, biarlah kini aku sendiri dalam kehidupan awalku. Atau malah
kehidupanku yang semestinya.
Juli
5 tahun yang lalu..
Tahun
ini terasa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dan khususnya bulan ini terasa
seperti bulan yang berbeda dari bulan-bulan belumnya. Yap! Apalagi kalau bukan
karena yang namanya jatuh cinta. Jatuh cinta dikalangan wanita tanggung
sepertiku memang bukan hal yang luar biasa. Nyatanya tak sedikit dari dari
mereka termasuk aku untuk memilih tidak merasakan indahnya pacaran. Untuk dua
tahun ini, aku memutuskan untuk memilih tidak pacaran. Jatuh cinta? Ah, kalau
itu tak mungkin dalam dua tahun ini aku tidak merasakannya. Satu persatu rasa
itu hinggap pada laki-laki yang datang dan pergi seperti lebah yang tak
diundang. Singkat dan tak pasti.
Nyatanya,
dalam menyikapi jatuh cinta kali ini aku sedikit lebih dewasa menanggapinya.
Meskipun kadang, aku tak bisa menyembunyikan sifat kekanak-kanakanku. Iya, lebay. Meskipun terbilang lebayku ini lumayan high class. Tapi yang namanya lebay
ya lebay. Contohnya? Jangan
ditanya. Sama seperti kalian saat jatuh cinta pada kekasihmu untuk yang pertama
kalinya.
Ah,
namun sepertinya, jatuh cinta kali ini tak berujung pada yang namanya pacaran.
Kenapa? Karena dia memang tak ingin pacaran. Ingin meminangku langsung katanya.
Kalian tahu reaksiku saat itu? Reaksi mahasiswa yang masih terbilang unyoe dan muda untuk menikmati indahnya
pernikahan? Meskipun dia sama sekali tak menjajikan masa depan yang bahagia,
kaya, makmur, tapi entah, hati terasa mantap untuk mengiyakan ajakannya. Oh
Tuhan.. betapa senangnya aku. Disaat gadis lain terbuai oleh janji-janji manis
pacarnya, aku saat ini telah terbius oleh seseorang yang akan menjadi suamiku
suatu saat nanti.
Aku
saat ini bisa dipastikan sedang melambung tinggi menuju puncak kebahagian.
Bahagia memiliki sesorang yang ternyata amat mencintaiku dan menerimaku apa
adanya. Namun lagi-lagi perumpamaan “kehidupan
seperti roda yang berputar, kadang diatas dan kadang dibawah” sedang
hinggap dalam kisah percintaanku ini. Dulu, satu tahun lalu, dia bagaikan
malaikat yang mampu membuatku tenang, damai, bahagia, yang mampu membuatku
tersenyum kapanpun dan dimanapun. Dia bagai malaikat yang menggandeng tanganku mesra untuk bangkit dari keterpurukkan. Iya,
bangkit dari status jomblo kronis. Namun
saat ini, rasanya roda itu telah kehilangan kendali dan berputar lebih cepat
merubah posisinya. Kami mulai bersiap untuk meluncur bebas kebawah. Entahlah,
mungkin memang hanya dia yang bersiap. Sedangkan aku?? masih berada dalam
puncak ketinggian rasaku.
Akhirnya, mungkin kata
berpisah lebih nyaman berada diantara kami yang katanya sudah mulai tak cocok
satu sama lain. Merasa sedih, banget banget banget. Merasa bersalah, pasti.
Merasa terbodohi, ah… nyatanya aku sangat nyaman dibilang bodoh saat itu. Kamipun
berpisah, lost contact and perfect! Dia
bagai lebah yang mampu menyengat hatiku sampai lapisan ke tujuh. Meskipun
kadang, terselip hati ingin kembali lagi dengannya. Tapi toh, ah… sudahlah. Tak baik juga jika hubungan terlalu dipaksaan
seperti ini.
Juli
2 tahun yang lalu…
Entah
mengapa, bulan Juli seakan menjadi bulan yang paling bersejarah dalam
perjalanan kisah cintaku. Entah tujuh atau lima tahun yang lalu, saat
bunga-bunga itu tumbuh subur dalam hati yang rapuh ini. Kini, dibulan Juli juga
meskipun pada tanggal yang berbeda, kami meresmikan hubungan kami. Hubungan
yang sudah satu tahun kami lalui sebagai seorang teman yang saling mengagumi
satu sama lain.
Dia
bekerja digedung yang sama denganku, kantornya dilantai 8 sedangkan aku
dilantai 13. Sejak satu tahun lalu kami resmi berkenalan dan memutuskan untuk
menjadi teman, meskipun sudah beberapa bulan sebelumnya kami sudah saling
melirik dan sedikit malu-malu untuk berkenalan. Ah sungguh.. dengan
kehadirannya, rasanya hatiku sudah mulai terobati karena kegagalan cintaku
terdahulu. Tak butuh waktu yang lama untuk kami saling nyaman satu sama lain.
Hubungan kamipun didukung oleh keluarga kami masing-masing.
Jika
dulu semua yang ada didunia seakan tersenyum ramah padaku, bumi ini terasa
indah seperti ditumbuhi bunga-bungaan yang elok dan semerbak harumnya, yang
mampu membuat mood terisi 100% full, sekarang
bahkan lebih dari itu. Dunia ini bagaikan syurga yang mampu membuatku bersyukur
tiap detiknya karena mampu memilikinya. Benar, 6 bulan lagi kami memutuskan
untuk melaksanakan panas dinginnya ijab
qobul, melaksanakan indahnya pernikahan.
Semua
sudah kami persiapkan dengan rapih dan cantik. Tinggal menunggu hari yang
paling paling dan paling bersejarah, bukan hanya dalam kisah percintaanku tapi juga
dalam hidupku. Betapa bahagianya keluargaku, terkhusus mamahku melihat putri
kecilnya akan melangsungkan pernikahan. Meskipun menurut papah, aku terlalu
muda untuk dipinang oleh sang kekasih. Mereka sangatlah bahagia, aku? Jangan
ditanya. Sungguh super duper bahagianya.
Namun
lagi-lagi, perumpamaan “kehidupan seperti
roda yang berputar, kadang diatas dan kadang dibawah” pun masih berminat
singgah dalam hubunganku yang sudah menghitung hari menuju ke pernikahan. Dia
sangat tega meninggalkanku, empat belas hari tepat sebelum hari yang bersejarah
itu. Alasannya? Ah.. aku muak membicarakannya saat ini. Alasan yang menurutku
sangat tak adil untukku dan keluargaku. Yah memang, kaki kananku memang sudah
tak berfungsi normal lagi setelah kecelakaan itu. Kecelakaan yang membuatku
koma hingga lima hari. Kecelakaan yang seakan membuatku sejengkal lebih dekat
dengan kematian.
Tapi,
bukannya selama ini dia rela merawatku siang dan malam saat aku terbaring koma?
Bukannya, dia yang memberiku semangat untuk terus sabar menerima semua ini?
Bahkan, dia berjanji untuk menerima keadaanku setelah kecelakaan ini terjadi?!
Ah.. aku tak sanggup menerka-nerka pertanyaan yang jawabannya tak mungkin ku
dapatkan.
Saat
itu hidupku seakan runtuh. Dunia yang selama ini tersenyum ramah padaku seakan
terdapat sungut dengan membawa sebuah pisau yang siap menyayat-nyayat hatiku.
Dunia yang selama ini ditumbuhi bunga-bunga yang semerbak harumnya seakan
membawa harum-haruman yang beracun. Yang mampu membuat hatiku sesak seketika.
Benar, jika suruh memilih, aku ingin menghilang saja dari muka bumi ini.
Namun,
kejadian ini semakin membuatku lebih dekat dengan Tuhanku. Disaat satu-persatu
dari mereka seakan mulai menjauhiku, memang benar hanya Dia-lah yang mampu
terus berada dekat dengan ku. Dua tahunpun berlalu. Kini, aku sibuk menata
hidupku kembali dengan sedikt sempurna. Iya, sempurna untukku, untuk orang
dengan kaki yang sudah tidak normal lagi.
Juli
tahun ini…
Bulan
Juli memang memberi warna tersendiri dalam hidupku. Memang, rasanya enggan
untuk menjalani bulan yang penuh gejolak di tahun sebelum-sebelumnya. Tapi toh,
itulah yang membuat aku kuat seperti sekarang. Progres kepercayaan diriku
menampakkan hasil yang memuaskan dalam satu tahun ini. Seperti sekarang ini,
dimana orang-orang diluar sana sedang bersuka ria menyambut gadis cantik yang
akan keluar menemui pengantin laki-lakinya. Musik yang diputarpun tak mau kalah
menyambutnya dengan riang bergemuruh tapi syahdu.
Sedang
aku, sibuk berada dikamar merenung. Merenung akan kejadian lalu, yang mampu
membuatku meneteskan air mata. Dulu, setelah dia memilih meninggalkanku sesaat
setelah kecelakaan itu, teman terdekatku memberikan sepucuk surat entah
darimana asalnya. Aku kembali terenyuh membacanya.
Teruntuk bidadariku yang tercantik.
Aku tahu kau masih mengingat
kejadian waktu itu.
Kejadian yang mampu menyayat-nyayat
hatimu.
Dan aku tahu, mungkin saat ini kau
masih menaruh amarah untukku.
Maafkan aku sayang…
Aku tak memberimu alasan memutuskan
hubungan kita saat itu.
Maaf… berjuta-juta aku meminta maaf
kepadamu atas semua kesalahannku.
Meskipun sejak saat itu hatiku tak
tenang memikirkannya, tapi percayalah, aku selalu merindumu dalam setiap
nafasku.
Aku selalu menyangmu dalam setiap
aliran darahku.
Kau tahu, aku tak mampu
mengendalikan diriku saat itu.
Aku rapuh saat mengetahui kau akan
menikah dengan lak-laki yang beruntung itu..
Dan puncaknya, saat mengetahui jika
pernikahanmu gagal saat itu.
Maaf sayang… seandainya aku mampu
menghapus kesedihanmu..
Seandainya aku mampu memelukmu, dan
memastikan padamu jika semua akan baik-baik saja..
Ahh.. mungkin memang khayalanku
saat itu.
Sayang.. aku tahu semua teramat tak
mungkin..
Dengan segala kerendahan hatiku, maukah
kau menjalani hidupmu bersama dengan pria yang serba biasa ini?
Aku
terisak membaca surat ini, sedikit air mata di sudut mataku kini. Dengan segala
kehancuran yang aku alami dulu, dia datang bagaikan malaikat, ah.. lebih dari
malaikat menurutku. Yang lebih dari sekedar menggandengku dari segala
keterpurukkan, bahkan ia tak segan memapah diriku yang tertatih menjalani hidup
ini.
Sebelum
hari ini terjadi, dia datang dengan segala kerendahan hatinya. Sama sekali tak
berubah. Dengan senyum yang menggembang meneduhkan hati, dia mulai bercerita.
Aku kembali terisak, bahkan isak tangisku mulai tak terkendali. Betapa bodohnya
aku, baru mengetahui semua ini. Dia rela pergi merantau ke Negeri Paman Sam
hanya untuk mencari bekal untuk pernikahan kita, pernikahan yang ia janjikan
lima tahun silam. Penikahan yang ia janjikan jauh sebelum aku memutuskan untuk
menikah dengan Candra, jauh sebelum kakiku seperti ini. Lumpuh. Tapi, lagi-lagi
ia dengan segala kerendahan hatinya mau menerimaku apa adanya.
created by Parisss
Tidak ada komentar:
Posting Komentar